Pagi ini sejujurnya saya cukup terkejut dengan share-link si Wahyu Awaludin di twitter. Saya pikir itu tentang lowongan kerja. Ketika saya buka, Oh my God, lomba riset topik sosial-humaniora. Sudah satu tahun saya meninggalkan kampus, dan bulan depan saya akan kuliah lagi. Tegang euy, hahaha. Dari yang biasanya berhadapan dengan sheets terjemahan di kantor, nanti saya harus berjibaku lagi dengan buku-buku dan riset.

Dua bulan ini strategi saya agak salah nampaknya. Saya terlalu fokus pada ‘gimana caranya saya punya jenjang karir di dunia akademisi, kanal mana aja yang harus saya tempuh, biar dapet kerjaan ngedosen’. Tapi belum mempersiapkan diri untuk baca-baca buku pengantar linguistics lagi, atau warming up ikut training riset. Yaik!

Kemarin-kemarin memang saya ikut teachers training LBI UI selama dua bulan di Salemba plus training dosen PDPT B.Inggris (ceritanya seleksi buat jadi dosen luar biasa UI). Alhamdulillah diterima juga jadi dosen part time dan bakal ngajar di FT (sekalian cari jodoh mungkin, hahaha, ya kaleee dapetnya brondong #lha). Baru 2 minggu lalu saya bebas dari tugas-tugas training. Saya pikir lumayan juga buat pemanasan kuliah. Saya selalu berdoa selepas shalat, “kalau memang UI adalah tempat terbaik buat saya belajar, maka izinkan saya belajar dan mengajar di kampus UI ya Allah” Kata teman saya sih, kalau ingin sesuatu, harus didoakan tiap hari. Yup, walaupun banyak omongan negative sana-sini bahwa jadi dosen itu begini dan begitu; saya harus tetap fokus dan maju dengan kacamata saya sendiri, ya gak? Hehe. Toh dunia ini bukan cuma soal mengajar dan meneliti J Maksud saya, saya masih bisa melakukan hal lain kan sesuai passion? 😉 Your Job is not your career, right?

Nah, ngomong-ngomong soal meneliti, itu dia yang buat saya lumayan kaget. Di kampus dulu memang cukup sering ikut lomba penelitian, tapi terakhir kali meneliti itu kan pas skripsian. Dengan dunia yang berbeda setahun belakangan ini, tiba-tiba saya tersadarkan lagi bahwa kalau saya mau jadi dosen, konsekuensinya adalah:

  1. SEUMUR HIDUP KULIAH SETINGGI MUNGKIN
  2. SEUMUR HIDUP MENELITI
  3. SEUMUR HIDUP BACA BUKU
  4. SEUMUR HIDUP MENGAJAR
  5. SEUMUR HIDUP IKUT KONFERENSI, SEMINAR, COLLOQUIUM, dll
  6. SEUMUR HIDUP MENULIS
  7. SEUMUR HIDUP BERHADAPAN DENGAN STUDENTS
  8. SEUMUR HIDUP BERKUTAT DENGAN TEORI
  9. SEUMUR HIDUP MENGISI TRAINING
  10. dll

Oh my God! Ngeri yah keliatannya, haha, apakah saya akan menjalaninya seumur hidup? Memang sih kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok, tapi poin di atas itu adalah hal-hal yang memang seharusnya dosen lakukan. Ada yang bilang, jadi dosen gak bisa dapat duit banyak, ada juga yang bilang ngebosenin karena dunianya linear dan gak bisa ketemu banyak orang secara di kampus terus, ada lagi yang bilang abcd, mmm, tapi bagaimanapun yang bisa ukur kemampuan dan pelaksana rencana adalah kita sendiri, bukan orang lain.

Waktu sekolah dulu, saya suka amazed liat aktivitas dosen. Liat ayah saya (aiiih, ternyata ayah sy dosen yah, hahaha (jadi selama ini?), beliau bisa tetap bertemu banyak orang dari beragam latar belakang kok, bisa dapat beasiswa, bisa ikut abc ke luar kota dan keluar negeri, keluarga juga cukup-cukup aja, bisa aktualisasi diri dengan menulis jurnal ilmiah, artikel di koran, bahkan buku. Kalau ada yang bilang jadi dosen harus IP tinggi, mmm, gak juga kok *sebenarnya ngibur diri* haha. Hidup kan dinamis, Prof.Rhenald dengan IPK 2.49 bisa tetap terus memperbaiki diri sampai jadi professor 😀 *tetep ngibur diri, haha*

Tadi pagi baru aja saya nemu sebuah poster di gudang yang isinya empat cita-cita; 1. Masuk Surga. 2 Jadi Dosen 3. Jadi Pengusaha 4. Jadi Penulis. Itu saya tulis 4 tahun yang lalu. Wah, rasanya gimana gitu yah nemu barang yang udah lama gak diliat lagi, ditaro digudang, dibaca lagi dan menyadarkan saya. Disamping cita-cita dosen, ada tulisan begini. “Ayo ayo rajin belajar, tawazun kegiatan ekstra dan akademis, transfer ilmu buat dakwah , warnai kampus dengan fikroh Islam, kuliah ke luar negeri, kerja keras!” Cita-cita dosen sempat terkubur 2.5 tahun lamanya karena saya bertemu dengan lingkungan baru, tapi setelah merenung lama, ternyata dunia saya kayaknya lebih dekat ke pendidikan dan literasi, hehe.

Walaupun buat saat ini gak sekolah ke luar negeri dulu, haha (ada masanya kok 😉 insyaAllah), tapi tulisan saya empat tahun yang lalu itu menyadarkan saya bahwa sesungguhnya setiap pekerjaan kita harus memiliki misi untuk beribadah. Itu yang sering saya lupa. MasyaAllah. Semoga dengan terjun ke dunia akademisi, saya bisa menebar kebaikan dan melewati tantangan yang ada. Kalau kata Imam Syafi’I “Bila kau tak tahan dengan lelahnya belajar, maka kau akan menanggung perihnya kebodohan”. This is only the beginning! Bismillah 🙂